
Kehidupan rakyat yang sehat merupakan mimpi setiap bangsa, sehingga pembangunan untuk kemajuan bangsa juga harus dikembangkan dalam bidang kesehatan, pasalnya para pemimpin negeri harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani dalam menjalankan tugasnya. Apalagi berbicara tentang generasi muda yang akan menjadi penerus pembangunan bangsa di masa depan. Hal ini menjadi alasan bahwa masalah kesehatan menjadi suatu poin penting untuk diselesaikan, bukan sekedar dilirik saja. Menurut Departemen Kesehatan (2006), pembangunan kesehatan tidak terlepas dari pembangunan nasional dalam tujuannya meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan merupakan modal pembangunan sekaligus sebagai tujuan dalam pembangunan nasional.
Sejalan dengan alasan
itu, pada tahun 2015 anggota PBB mengangkat suatu agenda pembangunan berkelanjutan
2030 yang menyertakan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dalam bahasa
Inggris Sustainable Development Goals (SDGs).
Susunan SDGs berdasarkan Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) yang telah
diupayakan dari tahun 2000 hingga tahun 2015 dan akan menjadi panduan untuk
pencapaian global yaitu SDGs 2030. Agenda SDGs mengenai kesehatan yaitu
menjamin kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia.
Apabila menerka urutan tersebut berdasarkan urgensi
yang harus diselesaikan maka kesehatan berada pada urutan ketiga. Hal ini
memberikan pembenaran bahwa masalah kesehatan harus segera dicarikan solusi
untuk pencapai SDGs 2030.
Pengertian
sehat yang dipaparkan dalam UU No.36 tahun 2009 adalah keadaan sehat yang
meliputi fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), sehat
didefinisikan sebagai kondisi sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Selain itu, WHO dan beberapa negara
di dunia juga mengungkapkan bahwa derajat kesehatan dilihat dari beberapa
indikator yaitu usia harapan hidup (life
expectancy) dan angka kematian. Angka ini menjadi bagian penting dalam
pembentukan Human Development Indeks
(HDI) sebagai penggambaran tingkat kemajuan suatu bangsa (Helmizar, 2014).
Menelusuri indikator
tersebut ternyata bermuara pada penyakit yang timbul di kalangan masyarakat,
baik itu Penyakit Tidak Menular (PTM) maupun Penyakit Menular (PM). Menurut
Kementerian Kesehatan (2014), transisi epidimologi PM dan PTM akan terlihat
jelas pada tahun 2030. Namun PTM menunjukkan peningkatan yang cukup besar
dibandingkan PM. Kabar ini juga disampaikan oleh World Health Organization (WHO) yang dikutip dalam jurnal
Yoeantarafara dan Martini (2017) bahwa kematian akibat PTM akan terus meningkat
terutama di negara menengah dan miskin. Sekitar 70% populasi global akan
meninggal akibat PTM seperti jantung, stroke, diabetes mellitus, dan kanker.
Hal ini erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup dan perkembangan
modernisasi. Terlebih lagi, masyarakat milenial yang menginginkan segala
sesuatu yang instan dalam memilih makanan menjadi ciri gaya hidup yang kurang
sehat. Adapun penyebab PTM yang utama adalah tingginya kadar kolesterol dalam
tubuh.
Kolesterol merupakan
zat berlemak yang diproduksi oleh hati dan hanya sebagian kecil berasal dari
makanan. Kolesterol sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk aktivitas hidup seperti
sintesis hormon dan vitamin tertentu serta membentuk empedu untuk sistem
pecernaan. Tubuh dapat menyeimbangkan kolesterol yang dihasilkan oleh hati
dengan asupan kolesterol dari makanan. Konsumsi makanan kaya kolesterol
menyebabkan hati memproduksi lebih sedikit. Namun konsumsi lemak jenuh dan
kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh tidak
seimbang yang berakibat pada masalah kesehatan yang serius (Bull dan Morrel,
2007). Penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah akan menyebabkan aterosklerosis
(penyempitan pembuluh darah) yang dapat mengakibatkan penyakit
jantung koroner hingga berujung pada
kematian (Saidin, 2000).
Tidak sedikit
masyarakat yang tahu sumber makanan mengandung kolesterol. Namun, tidak banyak
juga yang bisa menghindari makanan yang menggugah selera tersebut. Menurut
penelitian Saidin pada tahun 2010, kolesterol dan lemak jenuh berlebih terdapat
dalam makanan hewani (Tabel 1). Berdsarkan tabel tersebut kadar kolesterol
terbanyak adalah telur terutama bagian kuning telur. Bukan hanya itu,
organ-organ daging ayam yang biasa terdapat pada makanan kari ayam, soto, bakso,
fast food dan masakan seafood juga menjadi sumber kolesterol
tinggi. Melihat fakta bahwa kebanyakan masyarakat lebih suka konsumsi makanan
instan dan telur karena cepat saji dan lebih murah padahal makanan tersebut
kaya akan kolesterol. Meskipun telur
mengandung vitamin dan protein berguna bagi tubuh, akan tetapi pola hidup dan
makan masyarakat tidak bisa terkontrol.
Kadar kolesterol normal
untuk orang dewasa adalah < 200 mg/dL dan 170 mg/dL untuk usia 2-19 tahun
menurut America Heart Association
(Baskoro, 2010). Kadar tersebut sudah banyak terdiagnosa untuk umur > 45
tahun. Penumpukan kolesterol akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya
usia (Waani et. all, 2016). Fakta ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat
tentang kolesterol perlu direvolusi untuk mencegah timbulnya penyakit mematikan
yang pada akhirnya merenggut banyak nyawa penderitanya.
Tabel 1. Kandungan Kolesterol dalam
Beberapa Jaringan Hewani Untuk per 100 g Bahan Basah
Jaringan
|
Kolesterol (mg)
|
Daging sapi rendah lemak
|
57
|
Daging kambing rendah lemak
|
90
|
Ayam broiler:
-
Daging
-
Hati
-
Rempela
-
Jantung
-
Ginjal
-
Usus
-
Kulit
-
‘Brutu’ (bursa fabricious)
-
Kuning telur
-
Putih telur
-
Putih + kuning telur
|
110
592
479
171
421
260
165
131
485
Sangat rendah
329
|
Ayam kampong:
-
Daging
-
Hati
-
Rempela
-
Jantung
-
Ginjal
-
Usus
-
Kulit
-
‘Brutu’ (bursa fabricious)
-
Kuning telur
-
Putih telur
-
Putih + kuning telur
|
116
228
173
164
336
255
149
162
922
Sangat rendah
467
|
Ikan air laut:
-
Ikan tongkol
-
Ikan bandeng
-
Ikan bawal
-
Cumi-cumi
-
Udang besar
-
Udang kecil
|
102
102
97
159
179
161
|
Ikan air tawar:
-
Ikan mas
-
Ikan mujair
-
Ikan nila
-
Ikan sepat
-
Ikan lele lokal
|
83
52
90
61
94
|
Seperti yang telah
dipaparkan tadi, pengetahuan masyarakat tentang bahaya over kolesterol kurang
diperhatikan. Padahal masakan lezat yang kerap disantap oleh halayak ini
merupakan awal dari segala penyakit mematikan terutama hipertensi dan stroke.
Meskipun masalah over kolesterol dapat teratasi oleh olahraga rutin, namun pola
hidup masyarakat milenial hanya mengabaikan solusi tersebut. Hal ini disebabkan
karena zaman sekarang sebagian besar waktu dihabiskan untuk menjelajahi dunia
digital. Realita miris ini tidak boleh terus berlanjut, namun perlu adanya
upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat dalam bidang kesehatan di era digital.
Hingga saat ini masih
ada harapan bagi masyarakat untuk sadar dan mencegah bahaya kolesterol, selama
pengetahuan tersebut diketahui oleh masyarakat. Kunci utama pemecahan masalah
ini adalah mahasiswa. Mengapa? Karena mahasiswa merupakan Center of Agent to Change, mengetahui lebih dalam tentang dunia
sains, teknologi serta pengetahuan umum tentang kesehatan. Dibandingkan dengan
usia yang lebih muda maupun lebih tua, mahasiswa memiliki pengetahuan lebih
luas dan pengalaman lebih mendalam tentang revolusi industri 4.0. Tidak hanya
itu mahasiswa merupakan pemeran utama di era milenial ini. Sudah seharusnya dan
menjadi tugas untuk hadir dalam menyelesaikan masalah masyarakat. Dengan
dibarengi jaman digital, mahasiswa memiliki peluang besar untuk turut
memberikan solusi bagi masyarakat terutama masalah kesehatan. Mahasiswa maupun
masyarakat dituntut untuk memanfaatkan sarana digital dengan sebaik-baiknya
untuk kemajuan bangsa dalam berbagai bidang. Poin ini menjadi titik tumpu
perubahan yang dapat dilakukan oleh kalangan mahasiswa.
Solusi alternatif yang
dapat digunakan adalah upaya preventif konsumsi makanan over kolesterol
menggunakan alat sensor yang terhubung langsung dengan android menggunakan teknologi arduino. Solusi ini memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui kadar kolesterol dalam makanan sebelum
menyantapnya. Alat ini menjadi upaya untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh dan
kolesterol berlebih. Melalui alat ini, mahasiswa mampu menciptakan,
mengajarkan, mengurangi dan mencegah over kolesterol di kalangan masyarakat
demi terwujudnya pola hidup sehat untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan 2030.
Alat biosensor
kolesterol telah berkembang pesat dan mengalami banyak perbaharuan, namun
kebanyakan pendeteksian alat untuk mengetahui kadar kolesterol dalam darah. Hal
ini menyebabkan masyarakat cenderung mengobati daripada mencegah karena
ketidaktahuan tentang kadar over kolesterol
yang dikonsumsi. Oleh karena itu, alat DCA berbasis teknologi hadir sebagai problem solver bagi generasi milenial.
Biosensor terdiri atas
dua bagian utama yaitu bioreseptor dan transduser. Bioreseptor adalah komponen
biologi yang dapat mengenali target analit (jaringan, mikroorganisme, organel,
sel reseptor, enzim, antibodi, asam nukleat dll) sedangkan tranduser merupakan
komponen detektor psikokimia yang mengkonversi ukuran analit ke dalam bentuk
signal. Jenis-jenis transduser adalah amperometrik, potensiometrik,
kalorimetrik, kolorimetrik, konduktometrik, luminisense, flourosense dsb
(Darsanaki dkk., 2013). Pada alat DCA yang ditawarkan terdiri atas empat bagian
penting yaitu bioreseptor berupa enzim yaitu kolesterol esterase, kolesterol
oksidase dan peroksidase, transduser amperometri, teknologi arduino dan android.
1.
Bioreseptor
DCA
Suatu biosensor selalu
didahului oleh bioreseptornya, begitu juga dengan DCA yang memanfaatkan enzim
sebagai pengenal target analit. Pemahaman cara kerja enzim juga tidak rumit. Di
SMA telah dipelajari teori Lock and Key di
mana enzim bertindak sebagai gembok yang memiliki sisi aktif untuk mengikat
substrat sedangkan kunci diumpamakan sebagai subsrat. Kunci harus memiliki
ukuran yang pas untuk memasuki gembok, sama denga substrat hanya dapat
menghasilkan satu hasil untuk tiap enzim. Pada alat DCA digunakan tiga enzim
dan tiga substrat yang masin-masing menghasilkan senyawa berbeda.
Prinsip kerja DCA secara
umum menggunakan prinsip Chod-Pap (Cholesterol
Oksidase-Peroksidase Aminoantipyrine Phenol) yaitu kolesterol dalam
lipoprotein di bebaskan oleh enzim kolesterol esterase membentuk kolesterol
kemudian dioksidasi oleh enzim kolesterol oksidase menjadi H2O2.
Selanjutnya H2O2 bereaksi dengan fenol dan aminofenazon
dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan senyawa quinoneimine berwarna
merah. Hasil reaksi inilah yang diukur sebagai konsentrasi kolesterol oleh
transduser (Panil, 2008).
Dalam rangkaian alat
DCA, enzim-enzim tersebut diimobilisasi oleh matriks untuk memerangkap atau
menjerat enzim saat berinteraksi dengan analit (sampel sasaran). Pada alat DCA
digunakan silika berpori yang nantinya akan menjerat ketiga enzim. Menurut
penelitian Tika dkk (2015), efesiensi amobilitas multi enzim pada silika
berpori sekitar 89% dan aktivitasnya 73%. Enzim bekerja pada keadaan
optimumnya, sehingga silika berpori dikondisikan terlebih dahulu menjadi suhu
300-400C dengan pH 7,0. Keadaan ini normal atau sama
dengan suhu ruang, oleh karena itu penggunaan DCA pada kondisi biasa.
Reaksi 1. Reaksi Metode Chod-Pap
(Panil, 2008)
2.
Transduser
Amperometrik
Transduser yang
digunakan jenis transduser elektrokimia dengan metode amperometrik. Prinsip
kerja amperometrik juga telah dipelajari di bangku sekolah sehingga lebih mudah
dipahami. Amperometrik memanfaatkan reaksi oksidasi-reduksi untuk melepaskan
atau menangkap elektron. Adanya transfer elektron menghasilkan arus listrik
dengan besaran tertentu yang dapat diukur. Besarnya arus yang diperoleh
sebanding dengan konsentrasi analit yang diukur.
Pada alat DCA,
digunakan dua elektroda yaitu platina dan perak. Pada elektroda platina (anoda)
terjadi penerimaan elektron (reduksi) reaksi biokimia pembentukan H2O2.
Pada kasus ini, platina juga bertindak sebagai katoda untuk sel elektrokimia
lain yang mentransfer elektron kepada anoda perak sehingga terjadi perbedaan
potensial. Hal ini menyebabkan transduser dapat mendeteksi besarnya arus yang
dilakukan oleh bioreseptor dan analit. Selama proses pendeteksian, transduser
memonitor seluruh jalannya reaksi biokimia pada biosensor. Setelah itu hasil
yang diperoleh terbaca oleh suatu detektor dalam hal ini sistem android dengan memanfaatkan teknologi
arduino sebagai alat koneksi.
Gambar 1. Gambaran Kerja Transduser
3.
Teknologi
Arduino
Sinyal analog yang
dihasilkan akan diproses oleh pin analog arduino yaitu analog-to-digital converter pada mikrokontroller arduino. Sinyal
tersebut menjadi nilai digital yang dapat diukur. Pin digital hanya dapat
mengenali sinyal 0 volt sebagai LOW dan 5 volt sebagai nilai HIGH (Rozie dkk.,
2016). Nilai sinyal voltase ini yang digunakan untuk menentukan nilai
konsentrasi kolesterol rendah dan tinggi pada sistem android. Pada alat DCA, nilai LOW merupakan konversi dari
konsentrasi kolesterol <150 mg/dL sedangkan nilai HIGH tercatat sebagai
konsentrasi >150 mg/dL untuk semua kalangan.
Gambar 2. Prinsip Kerja Biosensor
DCA
Gambar 2 menunjukkan
prinsip kerja biosensor DCA. Arduino dirangkai menjadi kesatuan board (papan) bersama dengan sumber
voltase, sistem bluetooth dan eclipsenya.
Namun board arduino tetap disatukan
pada suatu tempat dengan bioreseptor dan transduser menjadi biosensor. Lalu bluetooth pada board arduino diprogram
untuk dapat dihubungkan dengan bluetooth
android.
4.
Android
Android
merupakan
sistem operasi berbasis linux yang menyediakan platform terbuka untuk menciptakan aplikasi sendiri. Platform akan digunakan untuk
mengembangkan perangkat lunak menggunakan Integrated
Develompment Environment (IDE) berupa eclipse. Selanjutnya eclipse
dirancang untuk membentuk suatu aplikasi menggunakan bahasa pemorograman Java dan XML. Adanya piranti software berupa aplikasi yang terpasang pada
android akan disambungkan dengan Bluetooth (wireless tanpa kabel) tipe HC-05. Dari keempat komponen tadi
dirangkai menjadi satu kesatuan biosensor DCA.
Gambar 3. Ilustrasi Umum Kerja
Biosensor DCA
Pendeteksian DCA
dimulai dengan mengambil sampel makanan (terutama bagian kuah) secukupnya. Lalu
alat DCA dicelupkan ke dalam sampel yang telah disambungkan dengan android. Sedangkan untuk sampel padat
sebaiknya dilarutkan terlebih dahulu dengan air hingga halus. Saat DCA
dicelupkan, enzim-enzim dalam biosensor akan mengkatalisis reaksi biokimia
dengan kolesterol. Semakin banyak kolesterol dalam makan, maka semakin banyak
senyawa H2O2 yang terbentuk dan memberikan sinyal lebih
banyak dari transduser menuju ke sistem arduino. Setelah ardunio membaca signal
tersebut lalu mengirimkannya pada aplikasi android
sebagai readout seperti pada gambar
berikut.
Biosensor DCA dapat
membantu masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat. Penggunaannya yang praktis
dan efisien menjadi upaya preventif dalam mengkonsumsi makanan kaya kolesterol.
Pembuatan alat dan pengumpulan bahan merupakan tugas mahasiswa dalam
menciptakan alat ini. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat bisa
merangkai alat dan bahan biosensor DCA. Di sisi lain, penggunaan DCA menjadi
suatu keuntungan dalam menggunakan android,
mengingat ketergantungan anak jaman milenial terhadap digital. Hadirnya
fitur aplikasi DCA dapat mengalihfungsikan android
sebagai media pembelajaran yang lebih posfitif dan efektif tentang bahaya over kolesterol.
Pada akhirnya perlu
diupayakan pencegahan konsumsi makanan over kolesterol untuk menekan angka
kematian akibat kolesterol. Pola kehidupan masyarakat terus berubah mengikuti
perkembangan zaman, apalagi era digital sekarang menuntut untuk memanfaatkan
ilmu sains dan menggunakan teknologi demi tercapainya pembangunan nasional
maupun internasional.
“Para
pemimpin berakal sehat jika seluruh jiwa dan raganya sehat”
Crated by: Dirayanti, 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar